Desanesia.id– Lima tahun terakhir sejak kepemimpinan Gubernur Ridwan Kamil dan Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum, jumlah desa yang sudah terakses internet di Jawa Barat terus bertambah.
“Tahun ini ditargetkan sudah tidak ada desa blankspot internet,” kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jabar Ika Mardiah, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/8).
Ika menuturkan, program Desa Digital dengan kolaborasi Pentahelix bersama dengan 37 mitra, yang terdiri dari pihak akademisi, pelaku bisnis, komunitas, media, dan pemerintah telah memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat.
“Melalui program Desa Digital ini ada sekitar 3.200 penerima manfaat perseorangan maupun kelompok yang tersebar di 2.306 desa di Jabar,” tuturnya.
Ika menambahkan, setidaknya ada tujuh tematik untuk Desa Digital yang diimplementasikan dalam upaya mengoptimalkan potensi desa, yakni Desa Digital Pertanian, Desa Digital Perikanan, Desa Digital Kesehatan, Desa Digital Pendidikan, Desa Digital Peternakan, Desa Digital Multimedia, dan Desa Digital Pengelolaan Sampah.
“Program ini menjadi percontohan implementasi skala nasional dan internasional hingga menerima penghargaan sebagai Best Adaptation for Digital Village Program Govinder Digital Innovation Award 2019,” ujar Ika.
Penghargaan lain yang diperoleh, yaitu IDX Digital Transformation Award 2019 dan Recognition of Excellence for Digital Village Programme 2019 from OpenGov serta Digital Equality and Accessibility (IDC Smart City Asia Pacific Award 2020) serta yang terbaru dari OpenGov Asia meraih kategori OpenGov Recognition of Excellence Award 2023 untuk salah satu program Desa Digital yaitu Candradimuka Jabar Coding Camp (CJCC).
Program Desa Digital yang diinisiasi pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (RINDU) ini sudah sangat dirasakan oleh masyarakat Jabar.
Mang Ade, warga Desa Cibodas, Kabupaten Bandung Barat setelah mendapatkan dukungan teknologi smart farming dari Pemdaprov Jabar pada program Desa Digital, selalu mengajak petani-petani di daerahnya untuk menggunakan teknologi digital.
Pasalnya, setelah penggunaan smart farming, Mang Ade berhasil mengurangi pemakaian pupuk dan air dari Rp1 juta menjadi Rp500.000 untuk setiap green house dengan ukuran 100 meter persegi.
Tak hanya itu, hasil panen dari satu buah pohon tomat beef mengalami peningkatan dari 3 kilogram menjadi 6 kg.
“Kualitas hasil panen meningkat terlihat dari warna tomat beef semakin menyala dan daun menjadi lebih hijau,” ungkap Mang Ade.
Manfaat program Desa Digital juga dirasakan Abah Acun, warga Desa Padakembang, Kecamatan Padakembang, Kabupaten Tasikmalaya,.
Abah Acun yang merupakan pembudi daya ikan mengungkapkan, peran teknologi dan inovasi tak hanya mengubah hidupnya, tetapi juga membantu mengangkat perekonomian masyarakat desa yang ada di sekitarnya.
Ia mampu mengubah nasib dirinya sendiri dan masyarakat di desanya dari seorang pembudi daya ikan tradisional menjadi pembudi daya ikan modern yang sukses berkat inovasi teknologi.
Desa Padakembang memiliki potensi besar dalam pembudidayaan ikan nila hitam sehingga menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi setiap rumah ketika memiliki kolam ikan.
Hampir setiap kepala keluarga di Desa Padakembang memiliki kolam ikan yang merupakan warisan turun temurun keluarga.
Sebelumnya, Abah Acun dengan keterbatasan modal dan pengetahuan hanya dapat mengelola satu kolam ikan dengan hasil panen hanya satu kali dalam setahun.
“Penghasilan waktu itu hanya sebesar Rp1,5 juta. Itu tidak sepadan dengan pengorbanan biaya, waktu, dan usaha yang dilakukan dalam membudidayakan ikan nila hitam selama setahun,” ujar Abah Acun.
Namun setelah mengikuti program Desa Digital yang memberikan bantuan teknologi dalam pengelolaan budi daya ikan, termasuk penggunaan teknologi eFeeder, yang mampu mengoptimalkan pemberian pakan ikan, pendapatan Mang Acun meningkat enam kali lipat lebih dari Rp1,5 juta menjadi Rp10 juta dalam satu tahun. [rah]