Desanesia.id-Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan dari 80 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Sekolah Anak Indonesia, Bogor, dikutip dari laman resmi MK, pada Selasa (14/11).
Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi, Intan Permata Putri di ruang Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) lantai 5, Gedung I MK.
Di hadapan para siswa, Intan memaparkan kewenangan MK. Kewenangan pertama MK yaitu menguji dan memutus Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, memutus perkara Sengketa Kewenangan antar Lembaga Negara (SKLN). Ketiga, memutus pembubaran partai politik. Keempat, memutus perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Selain itu, MK juga memiliki kewajiban untuk memberikan tanggapan terkait dengan dugaan DPR atas pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan atau wakil presiden.
Intan menjelaskan, dari seluruh kewenangan tersebut, baru tiga kewenangan yang sudah dilakukan MK, yakni memutus pengujian Undang-udnang, memutus perkara Sengketa Kewenangan antar Lembaga Negara (SKLN), dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
“Mahkamah Konstitusi belum pernah memutus pembubaran partai politik, dan melakukan kewajibannya (memutus dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan atau wakil presiden) tersebut,” ujar Intan.
Lebih lanjut Intan menjelaskan tentang persidangan di MK, yang terdiri atas tiga persidangan. Mulai dari sidang pemeriksaan pendahuluan, sidang pemeriksaan saksi/ahli dan sidang rapat permusyawaratan hakim.
“Pada sidang rapat permusyawaratan hakim tersebut, hakim dapat mengeluarkan seluruh pikirannya, dan dilakukan secara tertutup,” lanjutnya.
Intan juga memaparkan seputar Pemilu 2024. Pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, akan dilakukan pemilihan presiden dan legislatif. Tahap kedua, pemilihan kepala daerah provinsi, kabupaten/kota.
Setelah hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU selesai, MK membuka pendaftaran perkara PHPU. Adapun putusan MK dalam perkara PHPU antara lain, MK memerintahkan pemilihan ulang, memerintahkan penghitungan suara ulang.
Intan menambahkan, ada dua sistem pemilihan legislatif yang pernah diterapkan di Indonesia, yaitu sistem proporsional tertutup, dan sistem proporsional terbuka. Saat ini, Indonesia hanya menggunakan sistem proporsional terbuka.
“Perbedaan sistem Proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup yakni, pada sistem proporsional terbuka, pemilih dapat memilih langsung calon legislatifnya. Sementara dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya bisa memilih partainya saja,” jelas Intan. [rah]