Desanesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memerintahkan pihak bank untuk memblokir lebih dari 6.000 rekening yang diindikasikan terlibat dalam transaksi judi online.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae melalui siaran pers yang diberikan kepada wartawan, Jumat (2/8).
Dian menegaskan bahwa pihaknya konsisten melakukan berbagai upaya sesuai dengan kewenangan OJK dalam pemberantasan judi online di Indonesia.
“Kita juga meminta bank untuk melakukan Enhance Due Diligence (EDD) atas nasabah yang terindikasi terkait transaksi judi online dan melaporkan transaksi itu sebagai transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK,” ujarnya.
Jika nantinya hasil EDD terbukti bahwa nasabah melakukan pelanggaran berat terkait judi online, ungkap Dian, maka perbankan dapat membatasi bahkan menghilangkan akses nasabah itu untuk membuka rekening baru di bank (blacklisting).
“Aktivitas perjudian merupakan salah satu tindak pidana asal sesuai UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,” ucapnya.
OJK bersama perbankan terus berupaya untuk meningkatkan efektivitas penerapan program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (APU, PPT dan PPPSPM).
Selain itu, OJK terus memantau upaya perbankan merespons tantangan dalam pemberantasan judi online melalui penguatan fungsi satuan kerja APU, PPT dan PPPSPM serta satuan kerja Anti-Fraud, mengintensifkan upaya meminimalisir terjadinya praktik jual beli rekening.
“Termasuk meningkatkan dan mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dalam mengidentifikasi tindak kejahatan ekonomi termasuk judi online,” katanya.
Di sisi lain, sebut Dian, perbankan juga telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir pemanfaatan rekening bank terkait transaksi judi online.
Misalnya, menindaklanjuti permintaan OJK untuk memblokir rekening, mengatasi praktik jual beli rekening, menyesuaikan parameter transaksi hingga dapat menjaring transaksi nominal kecil seperti yang banyak terjadi pada transaksi judi online yang dapat dimulai dari nominal Rp10.000.
“Juga melakukan web crawling dan berkoordinasi dengan Kominfo untuk menutup website judi online, serta memantau aktivitas transaksi lintas batas negara,” ucapnya.
Menurut dia, penanganan judi online harus dilakukan secara bersama oleh aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga terkait, sebagaimana tujuan dari pembentukan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring melalui Keppres Nomor 21 Tahun 2024.
“OJK sebagai bagian dari Satgas Perjudian Daring akan terus berkoordinasi dengan Lembaga Pengawas Pengatur (LPP) dan kementerian/lembaga lain, termasuk untuk merespons penggunaan kanal sistem pembayaran untuk judi online dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan program APU, PPT dan PPPSPM,” pungkasnya. [nfa]