Desanesia.id– Kasus dugaan penyebaran berita bohong dengan terlapor Rocky Gerung telah naik ke penyidikan di Bareskrim Polri. Penyidik menjerat Rocky dengan sangkaan pasal picu keonaran dan UU ITE.
Bagi Direktur Lokataru, Nurkholis Hidayat, laporan pidana terhadap Rocky Gerung adalah tindakan persekusi. Sebab, pihaknya tidak menemukan ada keonaran seperti pasal yang disangkakan.
“Dalam perkembangannya, tidak ada keonaran yang dihasilkan atau dikehendaki Rocky Gerung seperti Pasal 14 dan 15 soal keonaran. Yang ada adalah respons yang persekutif kepada Rocky Gerung,” ujar Nurkholis, Selasa (24/10).
Lebih jauh, Nurkholis menjelaskan, kasus yang menjerat Rocky Gerung bukan sekadar persekusi berupa pelaporan. Bahkan di lapangan, kata dia, pihak-pihak tersebut juga melarang Rocky Gerung mengemukakan pendapatnya.
“Tidak hanya laporan pidana, di lapangan diikuti berbagai tindakan persekusi dengan cara melarang Rocky Gerung untuk berbicara di depan forum-forum ilmiah, demonstrasi, bahkan juga ada lemparan dalam satu kasus,” bebernya.
Dalam hukum pidana, terang Nurkholis, suatu persekusi terhadap peristiwa pidana seharusnya ada itikad baik. Namun pada kasus Rocky Gerung, dirinya melihat justru kebalikannya atau tidak ada itikad baik.
“Yang kita lihat adalah orkestra dari begitu banyak laporan yang terorganisir, sistematik yang mengarah kepada Rocky Gerung dan pasal (yang disangkakan) semua sama,” tutur Nurkholis.
Selain itu, Nurkholis mengatakan, penerapan pasal keonaran juga tidak relevan. Sebabnya, pasal tersebut hanya digunakan secara semena-mena sebagai alat represi.
“Mencari kambing hitam terhadap orang-orang yang melayangkan kritik terhadap otoritas dan pejabat. Karena pasal itu bermasalah, seharusnya kasusnya dihentikan,” ucap Nurcholis.
Menurutnya, penyidik Mabes Polri seharusnya mencari pihak yang mengorkestrasi pelaporan-pelaporan karena tidak berdasarkan itikad baik. Mereka telah memprovokasi dan menghasut agar memakai hukum dalam melakukan persekusi.
“Kita menyebut ini sebagai judicial harassment, itu yang kita lihat. Peningkatan status penyelidikan ke penyidikan tentu kita sangat sayangkan, karena tidak memenuhi hal tersebut,” tandasnya.
Dalam SPDP, Rocky Gerung dijerat dengan Pasal 14 Ayat (1), Ayat (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 156 KUHP dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 45A Ayat (2) Jo. Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sementara Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur memandang, pelaporan Rocky Gerung merupakan upaya kriminalisasi dan pembungkaman. Tentunya, hal tersebut mengancam demokrasi dan kebebasan berekspresi.
“Ketika ada upaya killing the messenger, upaya membungkam Rocky, upaya membungkam suara masyarakat, adalah upaya membunuh ekspresi itu sendiri,” kata Isnur.
Isnur menyayangkan polisi memakai pasal-pasal tersebut untuk menjerat Rocky Gerung. Sebab, ia meyakini tidak ada keonaran yang terjadi akibat pernyataan Rocky Gerung.
“Ini lebih parah lagi, pengenaannya diada-adakan, dicari-cari kesalahannya dan dipaksakan pasal yang harusnya gak ada, pokoknya harus diproses,” pungkas Isnur.
Nurkholis dan Isnur tergabung dalam tim Advokasi untuk Demokrasi atau TAUD yang memberikan pendampingan kepada Rocky Gerung.
Selain keduanya, ada juga Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar; Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari; serta Harmuddin dari Integrity Law Firm, sekaligus kuasa hukum Rocky Gerung. [rah]