Desanesia.id – Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA, SMK dan SLB di Jawa Barat selalu memunculkan permasalahan setiap tahunnya.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya meminta sistem PPDB ke depan harus ada perubahan. Pemerintah pusat baiknya hanya membuat aturan pokok, sedangkan aturan teknis digarap oleh daerah.
“Ini perlu semacam pendetailan oleh kearifan lokal di masing-masing wilayah,” kata Gus Ahad begitu sapaannya, dalam Diskusi Galang Aspirasi Politik (Gaspol) yang digelar PWI Pokja Gedung Sate bertajuk “PPDB Jabar Objektif dan Transparan, Peserta Didik Bahagia Lanjutkan Pendidikan” di Hotel Citarum, Kamis, (15/6).
Menurutnya, permasalahan sistem zonasi dalam PPDB itu tak hanya dirasakan oleh Jabar, tapi juga provinsi lain seperti Jateng dan Jatim. Sistem zonasi sebenarnya hanya tepat diterapkan di DKI Jakarta.
“Sistem zonasi ini memang nyusahin. Saya kira cuma DKI Jakarta saja yang bisa lakukan zonasi karena ada kecukupan fasilitas SMA dan SMK,” ujarnya.
“Jadi saya kira Jabar ini tidak bisa zonasi-zonasian. Bandung saja misalnya, lihat saja radius dari sekolah, berapa yang diterima. Petakan maka akan banyak blank spot-nya,” tambahnya.
Selain itu, Politisi PKS ini mengingatkan panitia PPDB SMA, SMK dan SLB tahun 2023 di Jabar untuk berlaku transparan. Jangan sampai PPDB diwarnai dengan adanya panitia nakal.
“Kami menutut dan menyampaikan aspirasi masyarakat, siapapun kalau terjadi pungutan, hukum yang tegas,” katanya.
Gus Ahad menegaskan, Komisi V DPRD Jabar sejak tahun lalu sudah bersepakat tidak akan cawe-cawe urusan titip-menitip siswa untuk lolos ke sekolah yang diinginkan. Apabila ada, pihaknya meminta panitia PPDB untuk mengabaikannya.
“Dengan demikian, sekolah itu tahu sudah waktunya menghentikan itu (praktik titip-menitip), dan yang nitip tahu itu ilegal,” tegasnya. [nfa]