Desanesia. Berdasarkan laporan Kualitas Udara Dunia IQAir, Indonesia menduduki peringkat ke-17. Artinya, Indonesia masuk sebagai salah satu negara dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia, dengan konsentrasi PM 2,5 mencapai 34,3 μg per meter kubik.
Indeks Kualitas Udara (IKU) diperoleh dari pengukuran kadar sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) di udara.
“Kandungan SO2 berasal dari emisi industri dan mesin diesel berbahan bakar solar, atau bahan bakar lainnya yang mengandung sulfur. Sedangkan NO2 berasal dari emisi kendaraan bermotor, berbahan bakar bensin,” jelas Pengurus Departemen Litbang, DPP LDII Atus Syahbudin kepada redaksi Desanesia, Kamis (11/1).
Selain SO2 dan NO2, pencemaran diudara diakibatkan oleh berbagai polutan seperti karbon monoksida (CO), serta partikel ozon di permukaan.
Oleh sebab itu, Ia mengatakan langkah perubahan untuk menekan polusi udara, dapat dimulai dari keluarga, sebagai komunitas terkecil. Semua keluarga memerlukan edukasi tentang lingkungan hidup sejak dini.
Aksi-aksi kecil berskala rumah tangga. Termasuk mewujudkan udara yang bersih. Dalam hal ini, sebisa mungkin meningkatkan tutupan lahan dengan menanam pepohonan dan mengurangi sumber emisi dari rumah tangga.
“Rimbunnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) berkat pepohonan di perkotaan atau tempat berkumpulnya berbagai aktivitas, mampu menyerap partikel debu dan mengurangi kadar CO, SO2, dan NO2 di udara,” tambah Atus.
Kita juga mengeluarkan karbondioksida (CO2) sehingga pepohonan di rumah pastilah mampu menyerapnya. Lalu bersama air (O2), sinar matahari dan klorofil dimasak menjadi salah satu macam karbohidrat penyusun kayu (C6H12O6).
“Selain itu, upaya yang dapat dilakukan setiap keluarga untuk mengurangi sumber emisi dari rumah tangga, dapat berupa pengurangan penggunaan kendaraan bermotor berbahan bensin dan solar. Dengan membudayakan berjalan kaki atau bersepeda,” harap Atus.
Usaha selanjutnya, adalah dengan tidak membakar sampah rumah tangga. Seyogyanya sampah dapat dipilah, minimal menjadi dua. Sampah organik dari sisa dapur dan dedaunan ditimbun di dalam jujugan di setiap rumah. Adapun sampah anorganik, dipisah dan dapat dijual kembali.
“Sampah yang dibuang sembarangan dapat mengotori badan sungai, dan meningkatkan pencemaran. Selain itu, menyebabkan pemandangan dan bau yang tidak sedap. Kebiasaan rumah tangga yang masih membuang air besar sembarangan, juga harus diubah untuk meminimalkan pencemaran air,” jelasnya.
Selanjutnya, pada level sekolah, dengan berusaha menjadi sekolah adiwiyata yang menerapkan indikator pelestarian lingkungan hidup. Bagi majelis taklim, masjid, sekolah dan pesantren berupaya menerapkan konsep eco-masjid, eco-pesantren.
Ia menyarankan level rumah tangga, sekolah, majelis taklim, musholla dan masjid melaksanakan skema Program Kampung Iklim. Sebagaimana yang telah diwujudkan oleh Kampung Proklim Sangurejo Sleman, DIY, dan Kampung Proklim Utama RW Agrowisata Pekanbaru.
“Untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan asri, DPP LDII dalam program Go Green, sejak 2008 telah menanam 4 juta pohon di seluruh Indonesia. Bahkan, LDII telah membangun arboretum, untuk penelitian tanaman endemik di Perkebunan Teh Jamus, Ngawi, Jawa Timur,” pungkasnya. [nfa]
Laporan: Ismail